Benyamin Sueb

(1939-2024)

Ikon Kebudayaan Pop Terbesar Indonesia

Benyamin Sueb

“Gue kepengen bikin perpustakaan yang gede biar lu pada bangun mendusin,”

Seniman serba bisa Benyamin S tak pelak lagi adalah tokoh terbesar budaya pop Indonesia. Ia tidak punya lawan dalam soal keseriusan dan ambisi menggali sebanyak-banyaknya kebudayaan keseharian masyarakat kelas bawah ibu kota Jakarta untuk diangkat menjadi bahan kreativitas karya seninya yang terkait langsung dengan industri hiburan komersial yang luas. Karya-karyanya yang banyak bukan saja dikenal dan digemari oleh berbagai kelangan masyarakat, tetapi mampu bertahan dalam periode yang panjang sebagai keunikan yang belum juga tertandingi.

Benyamin dilahirkan di Kampung Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Utara, pada 5 Maret 1939. Keluarga yang melahirkan Benyamin adalah keluarga khas produk dari Kemayoran, yang sejak awal abad ke-20 menunjukkan sikap penyesuaian diri pada perkembangan kemodernan, yang jauh lebih kompleks dengan pola multiras dan etnik yang luas dalam komposisi kemasyarakatannya.

Benyamin adalah salah satu dari generasi Betawi asli penghuni Kemayoran yang telah bersilang budaya dan berkawin campur dengan penduduk luar daerah yang didatangkan ke kampung tersebut. Ibu Benyamin, Siti Aisyah, putri seorang jago Betawi terkemuka dan kaya, Rodiun atau sohor sebagai Haji Ung. Ayah Benyamin adalah Sueb alias Sukirman yang berayah Kromojoyo, serdadu Belanda asal Purworejo.

Benyamin sendiri dalam berbagai kesempatan sering mengungkapkan bahwa ia lebih kerap menyerap elemen-elemen Barat sejak kecil sampai sekolah menengah atas. Ia menjadi penyanyi fasih nada-nada irama cha-cha dan calypso yang populer di tahun 1950-an di kelab-kelab malam, seperti Sindang Laut, Wisma Nusantara, dan Hotel des Indes. Ia pun mendalami musik jazz dengan bermain bersama Jack Lesmana dan Bill Saragih.

Namun, setelah begitu jauh dan dalam menekuni musik Barat, pada tahun 1960-an, ketika politik Demokrasi Terpimpin yang dalam orientasi politik-budayanya menekankan pada upaya pencarian keaslian dan menentang musik Barat yang dianggap sebagai musik yang merusak moral dan jauh dari kepribadian Indonesia, Benyamin sama sekali tidak merasakan hal ini sebagai tekanan. Ia dengan sigap membanting setir menekuni irama dan lagu tanah kelahirannya.

Di sinilah Benyamin menunjukkan sifat kultural orang Betawi yang "lentur". Ia membawa unsur musik Barat pada tradisi musik Betawi, terutama gambang keromong dan sebaliknya. Publik tergetar. Tergelitik oleh spontanitas yang kaya humor dan dinamisme yang unik dalam musiknya, serta penampilannya yang menyegarkan saat membawakan lagu-lagu yang diciptakan sendiri, seperti Si Jampang, Hujan Gerimis, Tukang Solder.

Sambutan di tingkat massa yang hebat ini bukan sekadar karena lagu-lagunya dapat memuaskan kebutuhan ideologis masa itu dengan sifatnya yang merakyat dan menawarkan alternatif untuk musik Barat. Tetapi juga lantaran Benyamin dengan segala bakat dan kekayaan penguasaannya atas berbagai aliran musik modern dan tradisional Betawi telah benar-benar hadir dengan wujud yang tersendiri dan istimewa.

Selain itu, juga yang membuat Benyamin teramat menarik adalah kelihaiannya di dalam genre yang paling sulit dalam musik, yakni humor. Dalam karya musik, orang kecil biasanya tidak segera disejajarkan dengan humor, tetapi lebih sering dikaitkan dengan kesusahan, penindasan, ketidakadilan, dan sebangsanya. Namun, lagu-lagunya tidaklah menampilkan tokoh-tokoh yang terbebas dari kesulitan hidup. Tokoh-tokohnya adalah orang-orang kecil yang terbelit kehidupan yang sulit, seperti orang kecil mana pun, tetapi boleh dikatakan keseluruhan lagunya menumbuhkan suasana humor.

Inilah yang membedakan dan membuat Benyamin dapat meraih sukses yang lebih hebat dan dapat terus bertahan dalam memasyarakatkan lagu-lagu Betawi dari pendahulu-pendahulunya, seperti pasangan Suhairi Mukti dan Lilis Suryani (Sayur Asem dan lain-lain).

Bahkan, setelah iklim politik budaya yang mencari keaslian dan sifat kerakyatan Soekarno digulung seiring meletus peristiwa G30S 1965, Benyamin tetap berkibar di jagat musik nasional. Ia tetap dapat unjuk gigi ketika politik budaya Orde Baru Soeharto membuka lebar-lebar pintu untuk musik rock, country, serta pop Inggris dan Amerika untuk mengisi kekosongan yang tercipta akibat larangan pemerintah terhadap musik impor sebelumnya.

Segi lain yang tidak mendapat perhatian adalah perkaitan Benyamin dengan perkembangan bahasa Betawi-Jakarta yang menasional. Ketika Benyamin hadir, ia bukanlah orang pertama yang secara sadar memakai base atau bahasa Betawi sebagai alat ungkap segala ekspresinya. Namun, tak bisa disangkal bahwa kehadiran Benyamin telah membuat daya dobrak base Betawi semakin kuat untuk diterima sebagai lingua franca oleh masyarakat Indonesia. Ini lantaran Benyamin melengkapi penetrasi base Betawi yang sebelumnya telah menggebrak dan mewabah di media massa ke lingkup media elektronik.

Benyamin memang seniman yang ahli dalam banyak lapangan, tetapi kalau neraca sejarah mesti menimbangnya, dua hal di atas telah membuatnya hadir dan kukuh bukan saja, pertama, sebagai tokoh lokal sebab bersamanya masyarakat Betawi pada paruh kedua tahun 1970-an mendapat kekuatan untuk bangkit setelah bertahun-tahun sejak MH Thamrin meninggal seperti tenggelam dan tidak memiliki kebanggaan identitas sebagai orang Betawi.

Namun, Benyamin juga sebagai tokoh nasional sebab dengan dua hal di atas ia telah menanamkan pengaruhnya yang dalam dengan basis pengikutnya yang amat luas di kalangan masyarakat kelas bawah. Setelah kematiannya pada 5 September 1995 sampai sekarang, sosoknya tetap mampu merangsang masyarakat umum, bahkan anak-anak dan kalangan remaja, untuk menjadikannya sebagai salah satu kiblat hati sanubari dalam mengetengahkan caleur local (warna lokal) dan mengekspresikan pemberontakan terhadap tabu-tabu.

Lihat Profil Tokoh Bangsa Lainnya