Suryadi Suryadarma
(1912-1975)
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Anak yatim piatu ini lebih bertanggungjawab dari siapa pun atas kedirgantaraan Indonesia. Suryadi Suryadarma adalah “Bapak Angkatan Udara Republik Indonesia”. Ia berjasa membangun banyak urusan terkait kedirgantaraan, dari kekuatan tempur udara sampai pendidikan penerbangan.
Suryadi bukan prajurit biasa bagi Indonesia, terutama di jajaran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Namanya dikenangkan terus dalam peringatan Hari Angkatan Udara Republik Indonesia setiap 9 April. Tanggal ini terkait dengan jasa Suryadi pada 1946, saat ia membuat Presiden Sukarno percaya perlu mengeluarkan Penetapan No.6/SD/1946 untuk mendeklarasikan terbentuknya TRI AU (Tentara Rakyat Indonesia Angkatan Udara) yang kelak menjadi TNI AU. Suryadi mengepalai TRI AU dengan pangkat Komodor Udara. Dalam sejarah ia menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara yang pertama dan terlama yaitu mulai 1946 hingga 1962.
Akar keterlibatan Suryadi terkait pembentukan TNI AU dimulai sebulan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Saat itu, ia yang berada di Bandung menerima telegram kiriman Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, pensiunan KNIL dengan pangkat tertinggi yang membantu Presiden Sukarno membentuk angkatan perang untuk menghadapi ancaman terhadap kemerdekaan. Awalnya permintaan itu ditolak Suryadi karena tidak bisa meninggalkan kerja mengorganisir kelompok perlawanan rakyat ke dalam BKR Priangan. Namun, Letnan Jenderal Oerip mengirim telegram kembali agar Suryadi segera ke Yogyakarta menjalankan tugas membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Oedara. Suryadi melunak. Ia pun berangkat ke Yogyakarta, ibu kota RI masa revolusi. Sebuah perjalanan yang menandai kelahiran Angkatan Udara RI.
Suryadi lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 6 Desember 1912. Ayahnya R. Suryaka Suryadarma dari Cirebon. Ibunya meninggal tidak lama setelah melahirkannya. Lantas ayahnya pun menyusul meninggal. Sebab itu pada usia lima tahun Suryadi pindah dan diasuh kakeknya, Pangeran Zakaria, putra Sultan Keraton Kanoman lulusan Sekolah Dokter Jawa dan pernah menjadi anggota Budi Utomo. Silsilahnya yang berkait dengan keluarga Keraton Kanoman di Cirebon inilah yang memungkinkan Suryadi memasuki pendidikan Eropa.
Sejak kecil Suryadi di antara teman-teman sekolahnya dikenal senang membaca tentang penerbangan dan menjelajah keindahan alam. Ia bercita-cita jadi penerbang. Namun, untuk jadi penerbang saat itu harus ke Belanda bersekolah di Koninkleijke Militaire Academie (KMA) Breda. Suryadi mendaftar ke KMA pada akhir 1931.
Begitu tamat ia kembali ke Hindia Belanda dan pada Oktober 1934 bertugas di Magelang sebagai Letnan Batalyon Infantri I. Lalu ditugaskan ke Bandung pada Luchvaart Afdeling (Bagian Penerbangan) ketentaraan kolonial KNIL pada akhir 1936 dan mulai memasuki Militaire Luchtvaartschool atau sekolah penerbangan militer di Andir, Bandung. Ia menjadi orang pribumi pertama yang masuk sekolah ini pada akhir 1937.
Meskipun di Militaire Luchtvaartschool diperlakuan diskriminatif, tetapi Suryadi berhasil lulus pada Juli 1938. Setelah lulus pun Suryadi dianggap tidak memenuhi syarat untuk menjadi penerbang dalam jajaran Militaire Luchtvaartschool, angkatan bersenjata elite mereka. Tetapi, ia tak patah semangat. Pada akhir 1938, ia masuk Waarnemerschool atau sekolah navigator di Bandung. Setahun kemudian lulus dan ditempatkan pada Kesatuan Pembom (Vliegtuiggeroep) Glenn Martin di Andir, Bandung. Awal 1941, ia menjadi intruktur Vlieg en Waarnemerschool. Suryadi menjadi pribumi pertama yang memegang jabatan ini. Ia pindah pangkalan Militaire Waarnemerschool di Kalijati mengajar siswa yang kebanyakan orang Belanda dan Indo.
Ketika bala tantara Jepang masuk pada 1942, Suryadi sebagai perwira Belanda terlibat dalam pertempuran udara melawan Jepang. Ketika pemerintah kolonial Belanda menyerah, ia memisahkan diri dari kesatuannya dan jadi pelarian. Dalam status itu ia tiba di Bandung dan bekerja atas bantuan kawan lamanya Komisaris Polisi Yusuf, menantu Wiranatakusuma, Bupati Bandung. Ketika merdeka, Suryadi dengan segudang pengetahuannya tentang kemiliteran segera menduduki posisi penting seiring banyaknya upaya-upanya mempertahankan kemerdekaan. Terutama pengetahuan tentang penerbangan militer segera membawanya menuju pembentukan angkatan udara Indonesia. Mulai dari pembangunan pangkalan udara di Maguwo dan perawatan lapangan udara lain yang terlantar sampai menyiapkan aneka dinas, seperti dinas teknik, dinas perminyakan, dinas pehubungan, dinas pemberitaan cuaca, dll untuk memudahkan perawatan serta mengatur jalannya pesawat-pesawat. Termasuk mulai membuka pendidikan penerbangan.
Seperti sudah disebut di atas, Suryadi pada 1946 berhasil meyakinkan Presiden Sukarno mendeklarasikan terbentuknya TRI AU cikal bakal TNI AU dan mengangkatnya sebagai Kepala Staf TRI-AU dengan pangkat Komodor Udara. TRI-AU berganti menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Suryadi tetap memimpin. Terhitung mulai Juli 1947, selain penyerangan kantong-kantong militer Belanda dilakukan pula penerobosan blokade udara untuk mengantar para pimpinan RI menjadi pejuang-pejuang diplomatik di kancah internasional semakin gencar dilakukan.
Ketika pecah Agresi Militer Belanda II, Suryadi termasuk yang ikut ditawan bersama Sukarno, Hatta, dan para menteri seperti Sjahrir, Agus Salim, A.G. Pringgodigdo, Asa’at. Pada 22 Desember 1949, mereka dibawa ke Prapat di Sumatera Utara. Kemudian dipindahkan ke Bangka. Saat-saat menuju KMB, Suryadi kembali sibuk. Ia didapuk Sukarno masuk tim penasihat ahli RI yang beranggota 10 orang dalam konprensi di Den Haag, Belanda itu. Ia duduk sebagai ahli dalam bidang kedirgantaraan.
Suryadi tetap menjabat Kepala Staf Angkatan Udara setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada 28 Desember 1949. Setelah menyelesaikan penyerahan Militaire Luchtvaart Belanda, Suryadi memulai masanya sebagai kepala staf dengan meningkatkan kualitas sumberdaya penerbang di AURI. Ia menambah jumlah orang yang dikirim ke luar negeri mengikuti pendidikan penerbang. Hampir bersamaan Suryadi pun menguatkan Pasukan Payung AU yang diberi nama Pasukan Gerak Cepat (PGT) yang kelak beralih menjadi Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat). Untuk menghormati dan mengingat keteladanan rekan-rekan seperjuangannya yang gugur selama masa revolusi kemerdekaan, Suryadi pada 17 Agustus 1952 mengganti nama-nama pangkalan udara dengan nama mereka. Pangkalan Udara Andir menjadi Husein Sastranegara, Maguwo menjadi Adisucipto, Cililitan menjadi Halim Perdanakusuma dan Malang menjadi Abdurakhman Saleh.
Meskipun sudah merdeka tetapi misi untuk bertempur tidak berakhir. Menyedihkannya kali ini menghadapi anak bangsa sendiri yang bergolak di Sumatera, Sulawesi, Maluku. Selain operasi menumpas pemberontakan itu, pada 11 Januari 1962 dibentuk Komando Mandala sebagai tindak lanjut Komando Pembebasan Irian Barat yang dikumandangkan Presiden Sukarno 19 Desember 1961 karena Belanda menolak menjalankan hasil KMB untuk mengembalikan Irian.
Bersama surutnya kekuasaan Sukarno pasca G30S 1965, surut pula karir Suryadi. Pada 13 Desember 1968, ia resmi dipensiunkan dari aktivitasnya sebagai pati perwira tinggi yang diperbantukan pada Menteri/Panglima Angkatan Udara. Pada 16 Agustus 1975, Suryadi meninggal dalam usia 56 tahun dan dikuburkan di Karet. Tidak jauh dari makam ayah Sukarno, proklamator sekaligus panglima tertinggi yang dikagumi dan dicintai serta memungkinkan ia menemukan kekasih kedua setelah Oetami, istrinya, yaitu Dewi Angkasa.